Jumat, 30 Maret 2012

CONTOH CERPEN

Mencoba tuk Bertahan (Berusaha dengan baik diantara gelimang sakit hati)

Tak disangka, dua tahun berlalu begitu cepat. Rasa-rasanya baru kemarin aku meninggalkan Gorontalo untuk studi di kampung orang. Sekarang aku sudah kembali, dan setumpuk kewajiban lainnya menunggu untuk diselesaikan. Mmmh.. kewajiban baru, yang dulu hanya aku amati dari sisi lainnya. Kewajiban sebagai seorang tenaga pengajar, di sebuah universitas yang ada di kotaku.
“Siapkah aku?” tanyaku ketika saat pertama akan melaksanakan  kewajibanku. “Bismillah,” ucapku lirih dengan iringan keraguan disanubariku.
* * *
Minggu pertama percobaan.
“Huuuft.. sangat berbeda dengan perkiraanku selama ini, kukira gampang jadi tenaga pengajar di lingkungan universitas, tinggal transfer of knowledge (menyalin pengetahuan) pada mahasiswa tok! Eh, gak taunya lebih kompleks dari itu, aku harus benar-benar menguasai bidang ilmuku, sudah begitu harus menyusun GBPP alias Garis-Garis Besar Pengajaran, Kontrak perkuliahan, SAP atau Satuan Acara Perkuliahan, daaan, Skenariiiooo Pembelaaajaaaraaannnnhhh. Ammmmpuuun..”
“Eitz, saaaabbbaaar!!! Saaabbbaaar!!! Mengeluh sebanyak-banyaknya tidak akan merubah segala hal menjadi lebih baik. Oke! Tarik napas, buang, tarik naappppaaas, buaaang lewwwaaat muuuullluuuutttth!!! Mmmhhh, siiip, Semangadh!!!”
* * *
Minggu kedua masa percobaan.
Waddduuuh, keren abis nih mahasiswa. Mereka sangat susah menaati tata tertib perkuliahan yang sudah aku sampaikan. Padahal saat penyampaian tata tertib, mereka men-deal-kannya dengan mudah. Eh, pas pelaksannaanya.. mmmhhh… bisa hipertensi kalo dipikirkan terus.
Benakku seketika melayang lagi ke almamaterku di Pulau Sumatera. Pesan profesorku kembali terngiang. “Kita harus lebih bijak menghadapi peserta didik. Jangan buat mereka merasa seperti terdakwa. Jadilah sebagai pengajar dan pendidik yang bijak. Idealis boleh, tapi kita juga harus realistis. Buatlah peserta didik kita nyaman dengan pesan-pesan yang kita sampaikan.”
Lagi, benakku melayang pada pesan yang terpampang di Fakultas Ilmu Keolahragaan di Kampus Induk almamaterku: dimasa sekarang ini, peserta didik kangen dengan pendidik yang mengayomi, yang pengertian, yang memperlakukan peserta didik dengan penuh kasih sayang layaknya seorang ibu pada anaknya, yang tahu bahwa kemampuan otak itu perlu tapi bukan segalanya. Entahlah, pesan-pesan itu seolah selalu mengawasi tingkah lakuku sebagai seorang pengajar, jika sekali-kali aku lupa bahwa aku juga seorang pendidik.
“Ya Allah, pengen sekali, jadi seorang pendidik yang baik, yang bisa lebih meneladani daripada menghakimi, apalagi mendzalimi. Pengen sekali.”
“Seandainya mahasiswaku bisa mengerti maksudku, ucapanku, dan segala perhatianku sebagai seorang pendidik yang ingin peserta didiknya bisa jadi yang terbaik diantara yang baik. Tapi, dasar! Diantara mereka malah ada yang menyalahartikan, semua! Semuuuaaa!!! Heegghhh… bahkan ku disebut sebagai penceramah yang salah jurusan. Helllooww!!! Ya sudahlah, sabar maning, sabar maning-lah”
 * * *
Minggu kelima usai masa percobaan.
Asli, benar-benar gak mudah, untuk menjadi seorang pengajar sekaligus pendidik. Ibarat lagi berjalan dititian selebar 5 cm, salah sedetik saja memperhitungkan langkah, semua usaha akan percuma. Mm, jangan sampai deh. Langkah ini harus sampai pada tujuan, walaupun pelan, tapi pasti.
Harus tetap bertahan, walaupun keadaan gak seperti yang ku harapkan. Jangan sampai kalah oleh keadaan. Hwaiting!!!  (ini Bahasa Korea loh ya,  artinya Semangat!!!)

^_^  SELESAI ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKU, RUMAH BERANTAKAN, CENDOL, ISRAEL, PALESTINA (Bagian 2)

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga kalian semua selamat serta beroleh rahmat dan berkah d...