Jumat, 30 Maret 2012

Celoteh Waras Orang Gila


“Hah! Gila! Gila! Zaman gila!”
“Kenapa lo Ta?”
“Gue kesal! Marah! Tapi, yang bikin gue tambal kesal dan marah lagi, gue gak tau harus ngomelin siapa?”
“Maksud lo?”
“Nih! Baca! Sex bebas makin marak di kalangan pelajar. 45% pelajar yang putus sekolah disebabkan hamil dan menghamili di luar nikah.
“Lha, terus?”

Tata terdiam mematung, entah karena Bejo yang kurang tanggap. Tapi yang pasti matanya telah melotot dan hampir keluar dari tempatnya, nafasnya juga memburu, sesekali terdengar dengusan mirip banteng yang siap mengamuk. Lalu tiba-tiba Tata melangkah mendekati Bejo sambil menunjuk-nunjuk ke arah hidung Bejo yang pesek.

“Ini dia, manusia Indonesia yang begini, ya! Manusia Indonesia yang begini model penyebab utamanya. Manusia Indonesia zaman sekarang, yang telah mati rasa pekanya. Tidak! Bukan! Gue juga manusia Indonesia zaman sekarang, tapi gue gak mati rasa peka. Ini, ini pasti ada yang gak beres! Ini pasti, ini pasti sejenis virus baru yang belum terdeteksi dunia medis. Virus baru?” Tata terdiam lagi, tapi itu hanya tubuhnya, sedang matanya nanar memandangi Bejo yang mulai pucat pasi.

“Lo!” teriak Tata tiba-tiba, “Lo tinggal di sini, gue mau pergi. Jangan sampai lo tularin gue, gak boleh. Diam! Lo diam, atau gue teriak,” Tata perlahan mundur, tubuhnya terlihat bergemetar hebat, seolah ia sedang menghadapi Raja Rimba.
Setelah yakin Bejo masih diam tak bergeming, Tata buru-buru mengemasi pakaiannya, lalu melangkah mundur ke arah pintu kamar.

Bejo jatuh terduduk, nafasnya ngos-ngosan diantara keringat yang membanjir. Tak ada sepatah kata pun meluncur dari mulutnya.

“Jo, Bejo! Lo kenapa? Kenapa Tata sampai berteriak-teriak gak karuan? Lo bikin kesal dia?” tanya Lono yang nyelonong masuk.
“Jo! Gue nanya nih, malah bengong.” Lono mendorong pelan bahu Bejo, “Ei! Jangan sentuh gue! Gue pasti tertular virus baru itu dari lo.
“Woi, ngomong apaan sih? Becanda aja kerjaan lo, Jo,” Lono tertawa kecil sambil terus-terusan mendorong bahu Bejo.
“Jangan sentuh! Lo gak denger, gue bilang jangan sentuh! Lo sumber malapetaka, lo sumber virus di rumah ini. Lo yang tularin gue, virus mati rasa peka. Gue, gue harus ikut Tata, dia pasti tahu obatnya.

Lono memandangi Bejo, ekspresi wajahnya tak menentu akibat rasa yang berkecamuk di dalam dadanya. Lucu, kaget, heran, tak tahu-menahu, dan bingung. Sampai Bejo hilang di balik pintu pun ekspresi Lono tak kembali stabil.

“Gue sumber virus mati rasa peka. Itu nama virus atau judul film sih? Jangan-jangan nama sejenis spesies terbaru. Wah, gue mesti cari tuh, gue mesti kunjungin situs-situs penemuan. Jangan sampai gue ketinggalan berita terbaru.” Tata meninggalkan kamar Bejo yang telah kosong.

“Lono,” tegur seorang wanita muda.
“Ya?”
“Lono kira-kira tau gak? Kenapa Tata sama Bejo pindah lagi ke bangku taman?”
Lono menggeleng pelan.
“Terus, Lono mau kemana? Kok buru-buru?”
Lono tersipu malu, “Mau ke warnet, suster. Lono mau ngunjungin beberapa situs, mau nyari tau soal virus mati rasa peka. Lono taunya dari Bejo. Tapi suster jangan bilang-bilang Bejo ya? Ssst... Suster tau gak? Bejo salah, mati rasa peka itu bukan virus, itu pasti sejenis spesies baru,” Lono memperhatikan sekelilingnya, raut wajah memperlihatkan kekhawatiran, seolah takut Bejo ada disekitarnya. “Udah ah, Sus. Lono buru-buru nih.

Wanita muda itu menggeleng, di balik senyuman tipis yang terukir dibibirnya, ada duka yang dalam dihatinya.

“Suster Mira,” panggil wanita paruh baya dari arah belakang.
“Iya?”
“Tata dan Bejo bikin ulah lagi di taman.
“Iya sus, saya akan segera ke sana. Tadi saya ketemu Lono, rupanya ada selisih pendapat lagi.
Suster paruh baya itu menghempaskan napasnya, “Entah kenapa, anak muda yang pintar dan berprestasi seperti mereka yang harus terganggu jiwanya. Padahal tanah air ini sangat membutuhkan generasi muda seperti mereka.
“Itulah sus, sumber masalah selalu ada-ada saja. Tidak kaya, miskin, tetap saja masalah mengintai bagai musuh di malam hari.

“Hayo Mira, Bulik. Kok di sini? Sudah waktunya makan dan minum obat. Ayo masuk!”

Kedua wanita yang berbeda umur itu langsung terlihat cemberut. “Ah, suster payah. Kita kan lagi main suster-susteran. Kita pingin ngerasain, gimana rasanya jadi suster. Ya Bulik, ya?”
“Iya, deh maaf. Nanti dilanjutin lagi. Suster bolehin deh, tapi... makan dan minum obat dulu dong.

Mira dan Bulik berlari kecil layaknya bocah ke arah suster yang memanggil mereka.


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKU, RUMAH BERANTAKAN, CENDOL, ISRAEL, PALESTINA (Bagian 2)

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga kalian semua selamat serta beroleh rahmat dan berkah d...